LISENSI PUITIK

Lisensi puitik (licentia poetica) merupakan penyimpangan tata tertib bahasa dalam penulisan puisi untuk mencapai irama atau persajakan. Mari kita lihat sajak Sutardji Calzoum Bachri :

PERCAKAPAN MALAM

bulan meniti pedih
malam setan-setan
bir neguk jam
tak ngucap heran

bulan bilang tangis
bir bilang setan
bulan bilang sadis
bir bilang paham

bulan melengking
bir goyang-goyang
                            (1987)

 Percakapan malam Sutardji ini ada persmaannya dengan sajak 1943, Chairil Anwar. Mari kita bandingkan sebelum kita melihat lisensi puitiknya,

                         1943

Racun ada direguk pertama
Membusuk rabu terasa di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam membelam
Jalan kaku lurus. Putus.
Candu
Tumbang
Tenganku menadah patah.
Hilang
Lumpuh
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengamuk
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Tandus
Rata
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku.
                                       (Dari : Apresiasi Sastra dan Budaya)

Kedua sajak diatas sama-sama mengambil topik : malam dan minuman keras. Bedanya, Sutardji sebagai penonton dan Chairil Anwar sebagai subyek yang menghayati dan langsung mengalaminya (Tanganku menadah patah). Peristiwa yang diceritakan Sutardji pada waktu malam berbulan (malam meniti pedih) dan cerita Chairil Anwar pada waktu malam tak berbulan (malam kelam membelam).

Keduanya menyampaikan pesan.

1. Sutardji Calzoum Bachri :
    Janganlah membuang waktu yang kaugunakan mabuk, karena telah tergoda hawa malam yang banyak penggodanya (malam setan-setan, bir neguk jam, tak ngucap heran).

2. Chairil Anwar :
    Minuman keras itu merusak (Membusuk rabu terasa di dada, tenggelam darah dalam nanah). Lebih baik engkau meminta ampun dan perlindungan kepada Tuhan (Tanganku menadah patah). Jika engkau jadi pemabuk masa depanmu suram (Hilang, lumpuh, ... , rubuh, runtuh). Lebih baik kau bangkit sampai akhir ajalmu (Mengaum, mengamuk, menentang, menyerang, kuning, merah, hitam). Akhirnya semua makhluk (Rata, rata, rata...).

Stilistika kedua sajak ini mengundang efek artistik bagi kita. Ekspresi individualnya memang berbeda.

Sekarang kita lihat lisensi puitik dari kedua sajak diatas :

    Lisensi Puitik                             Tata tertib umum
1. Sajak Sutardji Calzoum Bachri :
   - neguk jam                                - meneguk jam
   - ngucap heran                             - mengucapkan heran
   - bilang tangis                            - membilang (menghitung) tangis

2. Sajak Chairil Anwar :
    Dalam sajak Chairil Anwar yang ada lisensi stilik, yaitu dengan bentuk enjambemen dan menyelipkan kata-kata yang dikiranya mengganggu efek artistik, seperti : candu, tumbang (setelah minum candu, lalu tumbang. Hilang, lumpuh, lahir, tegak, dsb. (Semangat hilang, lalu lumpuh. Ketika kemauan lahir, aku tegak, dsb).

1 komentar: